LASUSUA -Kasus stunting di Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) Sulawesi Tenggara (Sultra) alami lonjakan signifikan dalam setahun terakhir. Berdasarkan angka Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), terjadi peningkatan sebesar 7 persen yang mana 5.051 keluarga berstatus beresiko.
Data SSGI menunjukkan, prevalensi stunting di Kolut sempat alami penurunan sebesar 4,3 persen dari angka 29,1 persen pada 2021 menjadi 24,8 persen pada 2022. Namun pada 2023, terjadi lonjakan sebesar 7 persen atau naik menjadi 31,8 pada 2023.
“Data yang ditarget pada 2023 mencakup 32.983 keluarga yang mana 5.051 diantaranya berisiko stunting,” papar Pj Bupati Kolut, Sukanto Toding dalam kegiatan rembuk stunting tingkat provinsi di Kendari, Senin (27/5/2024).
Sukanto juga mengungkapkan jika terdapat 214 balita tergolong pendek dan sangat pendek dari 10.459 yang terdata. Tidak hanya itu, ia juga menyebutkan beberapa indikator penting yang diantaranya terdapat 73,86 persen remaja putri mengonsumsi tablet tambah darah dan 83,38 persen calon pengantin menerima layanan kesehatan pranikah.
“Analisis permasalahan ini penting untuk menentukan intervensi yang tepat. Misalnya, kita perlu meningkatkan cakupan remaja putri yang menjalani pemeriksaan status anemia dan mengonsumsi tablet tambah darah secara rutin,” tambahnya.
Berbeda dengan data elektronik pelaporan pencatatan gizi berbasis masyarakat (e-PPGBM), angka prevalensi stunting turun dari angka 8,85 persen menjadu 5,56 persen pada 2022. Sementara di tahun berikutnya kembali berkurang menjadi 2,93 persen.
Sukanto mengklaim jika penurunan tersebut berkat kerja keras bersama dari seluruh lapisan masyarakat dengan pemda. Ia juga berupaya memastikan agar setiap ibu hamil di wilayahnya mendapatkan pemeriksaan kehamilan yang memadai dan asupan gizi yang cukup.
“Termasuk melalui Program Makanan Tambahan (PMT) lokal di puskesmas,” tutupnya.