Oleh : Khaeruddin, Dosen UNM
Makassar, 7 Agustus 2025
Di balik tembok dingin berukuran 3×3 meter, saya menulis, menggugah setiap patah kata yang keluar dari hati yang terluka. Di ruang sempit yang sepi, hanya ada gema dari tuduhan yang tajam, fitnah yang membekas. Saya, seorang dosen yang selama ini mengabdi dengan sepenuh hati, tiba-tiba dipenjara dalam narasi yang menyakitkan. Saya tidak hanya mengajar, saya merawat, membimbing mahasiswa-mahasiswa saya seperti anak-anak saya sendiri, berharap mereka tumbuh menjadi pribadi yang cerdas, bermoral, dan membawa harum bangsa ini.
Namun, semua itu hancur begitu saja. Nama saya, yang selama ini saya jaga dengan penuh kebanggaan, tercoreng dengan tuduhan yang sangat berat. Tuduhan yang seharusnya tak pernah ada, tuduhan kekerasan seksual terhadap mahasiswa saya. Sampai saat ini, saya masih tak bisa mengerti bagaimana fitnah yang begitu besar bisa menimpa diri saya. Semua berawal dari nilai yang saya berikan kepada mahasiswa saya yang ternyata berakhir pada fitnah dan kesaksian dua mahasiswa yang saya anggap hanya sekadar cerita palsu, yang tak berdasar.
Saya tak pernah diberikan kesempatan untuk membela diri. Tak ada ruang bagi saya untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Saya tidak pernah diberi kesempatan untuk mengutarakan kebenaran. Media menghakimi saya tanpa bertanya, tanpa mencoba memahami saya. Mereka begitu cepat memutuskan, begitu cepat menilai saya tanpa memberi saya ruang untuk berbicara.
Saya menyadari, saya bukanlah manusia yang sempurna. Saya hanya seorang manusia biasa yang selalu berusaha melakukan yang terbaik. Namun, saya tak pernah berniat untuk menyakiti siapapun, terutama mahasiswa saya. Mengajar adalah panggilan hati saya, dan saya telah melakukan semuanya dengan penuh rasa cinta dan tanggung jawab. Kini, semua itu runtuh begitu saja, dihancurkan oleh satu narasi yang saya tak tahu darimana datangnya. Saya menangis, bukan hanya karena sakit hati, tetapi juga karena rasa kecewa yang mendalam. Saya telah membangun kepercayaan dengan mahasiswa saya selama bertahun-tahun, dan kini, kepercayaan itu hancur seketika.
Saya diperlakukan seperti seorang penjahat, bahkan sebelum proses hukum dimulai. Saya dihukum dalam diam, sebelum saya punya kesempatan untuk membela diri. Seolah semua pengabdian saya selama tujuh tahun di dunia akademik ini tak berarti apa-apa. Saya hanya ingin didengar. Saya hanya ingin keadilan, bukan belas kasihan. Saya ingin bisa menjelaskan, bukan terpenjara dalam kebisuan ini. Saya ingin dunia tahu bahwa tuduhan ini tidak benar.
Tolong, jangan biarkan fitnah lebih berkuasa daripada kebenaran. Jangan biarkan kata-kata yang tidak berdasar menghancurkan hidup saya. Saya hanya ingin berbicara, saya hanya ingin mendapatkan kesempatan untuk membersihkan nama saya. Saya berhak untuk itu.
Dalam doa yang penuh harap, saya menyerahkan segala perasaan ini kepada Allah. Semoga, meski sekarang saya berada dalam kegelapan ini, suatu hari kebenaran akan bersinar. Jika saya harus menghadapi pengadilan manusia, saya hanya berharap kita semua akan dipertemukan pada pengadilan yang hakiki, pengadilan Allah SWT.
— Khaeruddin, Dosen UNM