Nelayan Laskep Berjibaku Ditengah Himpitan Pertambangan, Dulu Rp 50 Juta Perbulan, Kini Pendapatan Tak Menentu

Nelayan Laskep Berjibaku Ditengah Himpitan Pertambangan, Dulu Rp 50 Juta Perbulan, Kini Pendapatan Tak Menentu

WANGGUDU_PIKIRANSULTRA.COM-Kedua kaki Puto Hatta berdiri tegak diatas kapal katintingnya. Dari kapal yang ditumpanginya, ia turun kelaut memeriksa satu persatu serong yang telah dipasangnya, apakah mendapatkan hasil atau tidak. Putto Hatta merupakan satu dari puluhan nelayan yang masih konsisten menjalani profesinya sebagai nelayan di Kecamatan Lasolo Kepulauan.

Sesekali Puto Hatta menggelengkan kepala, melihat jaringnya bukan ikan yang tertangkap, rupanya timbunan lumpur dan batu kerikil melengket diserong yang dipasang diarea Teluk Lasolo. Butuh tenaga ekstra bagi lelaki berusia 40 tahun ini untuk berjalan pelan-pelan, langkah demi langkah. Sandal yang dipakainya beberapa kali tersangkut ke dalam lumpur.

Ia ingin membuktikan tempatnya berdiri merupakan timbunan sedimentasi limbah perusahaan PT Bumi Sentosa Jaya (BSJ), yang sudah menahun. Perusahaan yang “mengkebiri” hutan Boenaga di Kecamatan Lasolo Kepulauan telah menjalankan operasi pertambangan nikel di atas bukit, yang limbahnya mengalir ke arah pesisir pantai.

Limbah lumpur dan batu dari perusahaan yang sudah beroperasi sejak setahun itu diduga mencemari pesisir pantai. Lokasi tempat memasang serong oleh Puto Hatta awalnya area terumbu karang yang menjadi rumah bagi biota laut. Area tersebut merupakan lokasi tempat penangkapan ikan nelayan di Boenaga, tapi sekarang sudah lenyap tinggal cerita.

Wajah Puto Hatta tak lagi sumringah. Cukup jelas dari raut wajahnya, kerutan sinis melihat aktivitas pertambangan PT BSJ membuatnya hanya dapat mengulas dada. Dulu hutan Boenaga cukup lebat dan asri, kini telah berubah menjadi bukit yang gersang akibat kupasan dari perusahaan PT BSJ. Sedimentasi lumpur yang jatuh kelaut telah merusak terumbu karang, tempat hidup dan bernaung penghuni laut.

“Tempat pasang serong ini kami sering sebut area boe lambo. Boe Lambo itu seperti kota mati (dasar lautnya), ikan menghilang karena terumbu karangnya rusak oleh lumpur tambang. Dulu ikannya disini banyak, sekarang sudah sangat sulit dapatkan ikan lagi,”cerita Pato Hatta.

Nelayan Laskep Berjibaku Ditengah Himpitan Pertambangan, Dulu Rp 50 Juta Perbulan, Kini Pendapatan Tak Menentu

Aktivitasnya sebagai seorang nelayan sudah dilakoni Pato Hatta sejak 5 tahun lalu. Alat tangkap (serong) yang beroperasi cukup mendatangkan rezeki. Hasil yang diperolehnya, bahkan sebulan bisa mendapatkan 50 jutaan. Namun, kehadiran pertambangan diwilayahnya, hasil yang didapatkan berangsur menurun drastis.

“Kita mau mengadu dimana lagi. Perusahaan janji-janji saja, Pemerintah Desa Boedingi saja pasrah, kita mau berteriak kami hanya seorang nelayan, perusahaan mau dilawan, BSJ kuat,”kesal Pato Hatta dengan getir.

Direktur Explor Anoa Oheo (Exoh) Konut, Ashari, yang mengadvokasi nelayan diwilayah itu menuturkan PT. BSJ adalah salah satu dari beberapa perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah Desa Boenaga Kecamatan Lasolo Kepulauan Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Meski belum setahun, ekspansi PT. BSJ di kepulauan blok Boedingi dilahan seluas 1.030 hektar menjadi ancaman berkepanjangan masyarakat. Terkhusus nelayan yang mencari ikan sekitar diwilayah teluk Lasolo. Kehadiran PT BSJ akan menjadi kekhawatiran besar dengan ribuan hektar yang akan dieksploitasi ke depan.

PT. BSJ yang bermodalkan izin yang dikantonginya, seolah kebenaran akan terus menjadi pembenaran meskipun lahan pencaharian nelayan rusak dan hilang akibat keserakahan pihak perusahaan yang mengejar profit, tanpa memperhatikan keberlangsungan nelayan yang mencari nafkah diperairan.

“Saya melihat ada kekuatan dan kepentingan besar ditubuh manajemen PT. BSJ, dengan sengaja berani dan tidak peduli nasib nelayan. Sebagai tindak lanjut kami tidak hanya sebatas mengawal aspirasi nelayan Puto Hatta, tapi kami akan juga presur dugaan pencemaran yang dilakukan perusahaan,”tehas Ashari.

Direktur Exoh Konut, telah mengantongi beberapa keganjilan yang dilakukan oleh PT BSJ yang mengeksploitasi pertambangan diblok Boedingi Kecamatan Laskep yang membuat pesisir Boenaga dan Boedingi kemerahan.

Makanya semua mesti tuntas dari sisi legalitas perusahaan, baik amdalnya, izin lingkungan, termasuk perlintasannya di atas Taman Wisata Alam Laut ( TWAL ) Teluj Lasolo. “Rekam jejak perusahaan Bumi Sentosa Jaya kami sudah kantongi, tinggal pembuktian saja. Kami akan buka berdasarkan by data, tunggu saja,”pungkas Ashari.

Terpisah, Humas PT BSJ, Joko menapik adanya nelayan diwilayah tersebut yang memasang serong diareal tak jauh dari jembatan titian (Jeti) pertama PT BSJ. “Kalau pak Hatta itu awalnya tidak ada serong (alat tangkap), dijeti pertama. Itu serong dipasang nanti ada jeti, ada fhoto-fhoto kami. Tuntutan pak Hatta itukan royalti, tapi kami kan pasti diskusi dululah sama manajemen, lagian serong yang dipasangan bukan karena air yang keruh tapi karena adanya jeti,”jawab Joko.

Terkait dengan legalitas analisis dampak lingkungan (Amndal) PT BSJ, Joko enggan terlalu jauh menanggapi. Alasannya, persoalan tersebut ada devisi yang menangani. “Kalau itu (Amndal) ada bagian legalnya. Nanti saya konfirmasi bagian legalnya. Karena soal Amndal saya harus pegang dokumen. Dokumennya ada di Jakarta. Begitu juga izin pelintasan di TWAL itu ada sama legal yang urus, saya kan bagian eksternalnya,”ujar Joko. (red)

Pos terkait