KENDARI_PIKIRANSULTRA.COM-Terduga kasus penggelapan mobil jenis Mitsubishi Pajero Sport-2.4, Muh.Dzakir melalui kuasa hukumnya, Dr. (H.C) Fatahila, SH mendesak penyidik Direktorat Kriminal Khusus Polda Sultra untuk mengeluarkan Surat Pemberhentian Penyidikan Perkara (SP3), terhadap kliennya.
Fatahila menuturlan kliennya sempat ditahan selama 59 hari di Rumah Tahanan Polda Sultra, sejak Minggu, 27 Juni-2022 dan dibebaskan Jumat, 26 Agustus 2022) berdasarkan surat dengan nomor SP.Han/ 25.f/VIII/2022/Dit Reskrimsus menyebutkan bahwa jangka penahanan telah berakhir dan tidak dapat diperpanjang.
Sehingga demi hukum tersangka harus dikeluarkan dari tahanan. Atas dasar tersebut, kuasa hukum Muh Dzakir meminta kasus tersebut dihentikan dengan mengeluarkan SP3.
“Klien saya ditersangkakan karena telah diduga menggadaikan mobilnya sendiri kepada pihak lain. Padahal, dalam proses itu, MD tidak pernah menggadaikan mobil miliknya,”kata Fatahila dengan nada heran.
Menurut Fatahila, kasus yang membelit kliennya adalah persoalan perdata, karena kliennya tidak menggadai kendaraan yang masih berstatus kredit di salah satu perusahaan pembiayaan di Kota Kendari. Status yang disangkakan penyidik di Polda Sultra, tidak memenuhi unsur-unsur untuk dijadikan tersangka.
“Apa yang disangkakan oleh Kepolisian, kami anggap itu belum memenuhi unsur. Didalam proses ini penyidik Polri melakukan penahanan terhadap Dzakir,”tegasnya.
Fatahila menyebut status tersangka yang disematkan oleh penyidik pada kliennya terkait penggelapan semakin tidak kuat, karena setelah kliennya ditahan sekira 59 hari dan tidak ditemukan pelanggaran. Sehingga perkara tersebut, tidak dilanjutkan karena Kejaksaan Tinggi Sultra menolak dan mengembalikan berkas perkara tersebut.
“Memang ini menyangkut hukum prifat, jadi memang kami anggap sudah seharusnya, dan kami anggap penyidik harus mengeluarkan SP3. Sebab dihukum acara, bila mana kalau berkas itu dikembalikan dalam waktu 14 hari maka seharusnya dihentikan, karena mereka hanya mempunyai batas waktu 14 hari, tidak boleh berlama- lama karena ini tidak memberikan kepastian hukum kepada para pihak, maksudnya pihak yangditersangkakan,” ungkapnya.
Selain mendesak penyidik Polda Sultra, mengeluarkan SP3, Fatahila menyentil Polda Sultra agar bekerja lebih profesional. Pasalnya, kasus tersebut masuk pidana namun menerapkan dua undang-undang dalam prosesnya. Yakni pidana umum dan pidana khusus. Padahal dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyarankan kalau suatu peristiwa itu diatur dua undang-undang maka seharusnya dicari undang-undang yang lebih khusus .
Inikan terkait pembiayaan Fidusia, seharusnya Fidusia yang diterapkan, kenapa mereka menerapkan pasal 372 (Penggelapan). Lebih aneh lagi, kok surat perintah tugas (Sprint) dari Direktur Kriminal Khusus, dia menerjemahkan pasal 372 yang artinya apa?. Bolehkah krimsus menerbitkan surat perintah untuk melakukan penyelidikan atau penyidikan tindak pidana umum. Inikan aneh, Sprint khusus disatu sisi mereka dipidana umum.
“Olehnya itu kami anggap penyidik tidak profesional dan ini dipaksakan. Ini motifasinya apa sehingga menerapkan pasal 372 sementara berita sprintnya penyidikan khusus?,” ujarnya dengan nada tanya.
Fatahila menambahkan telah mengambil langkah-langkah terkait keanehan penyidikan yang dilakukan kepada kliennya. Ia melayangkan somasi kepada Kapolda Sultra, sehingga Kapolda memerintahkan penyidik melakukan penghentian penyidikan sehingga ada kepastian hukum terhadap orang yang ditersangkakan. Selanjutnya, barang bukti yang disita oleh penyidik berupa mobil dan uang tunai sekira puluhan juta dikembalikan kepada yang memiliki hak yakni kliennya.
“Inikan persoalan utang piutang jadi ini urusan antara pembiayaan dan klien kami, olehnya itu kami meminta mengembalikan barang bukti kepada klien kami. Kemarin, kami minta dalam waktu tujuh hari ternyata sampai saat ini mereka belum menanggapi surat somasi kami,” jelasnya.
Fatahila menegaskan, langkah selanjutnya yang akan ditempuh adalah melakukan upaya hukum praperadilan dan melaporkan pihak penyidik kepada Divisi Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Sultra, Inspektur Pengawasan Daerah (Irwasda) Polda Sultra dan Markas Besar (Mabes) Polri .
“Karena kami anggap ini adalah ketidak profesionalan penyidik. Salah satu tidak profesionalnya adalah kok sprintnya itu khusus bukan sprint umum, yang dikeluarkan oleh kriminal khusus, jadi mana bisa dia menerbitkan tindak pidana umum. Inikan aneh, dengan dasar itulah kami anggap tidak profesional seorang penyidik dalam melakukan penyidikan,” tutupnya. (red)