KONAWE UTARA — Forum Masyarakat Peduli Lahan Konawe Utara (FMPLKU) menggelar aksi damai di Kantor Bupati dan DPRD Konawe Utara, menuntut penyelesaian sengketa tanah di Kelurahan Wanggudu dan Desa Pusuli. Massa menilai pemerintah daerah dan pihak perusahaan telah menggunakan lahan warga tanpa proses pembebasan yang sah.
Aksi ini dipimpin oleh Uksal Tepamba selaku jenderal lapangan dan Hendrik sebagai koordinator lapangan. Mereka menegaskan, peserta aksi merupakan pemilik sah tanah yang bersertifikat, bukan massa bayaran.
“Rakyat tidak akan diam ketika tanah mereka dirampas atas nama pembangunan,” ujar Uksal Tepamba di hadapan massa aksi.
“Perjuangan ini bukan soal emosi, tetapi soal penegakan hukum dan penghormatan terhadap hak milik,” tambahnya.
Dua Kasus Lahan yang Dipersoalkan
FMPLKU menyoroti dua kasus utama yang dinilai merugikan keluarga almarhum Nurdin Tepamba.
Kasus pertama terjadi di Kelurahan Wanggudu, di mana tanah bersertifikat milik keluarga tersebut dijadikan jalan umum beraspal tanpa adanya ganti rugi. Berdasarkan data FMPLKU, jalan itu mengalami pelebaran dari sekitar empat meter menjadi dua belas meter. Tambahan delapan meter lahan dinilai diambil tanpa musyawarah dan berita acara pelepasan hak.
Kasus kedua berada di Desa Pusuli, Kecamatan Andowia, di mana lahan pertanian keluarga Tepamba kini berubah menjadi jalan hauling tambang milik perusahaan PT Sumber Bumi Putera (SBP) dan PT Bumi Nikel Nusantara (BNN). Jalan hauling tersebut melebar dari sekitar lima meter menjadi tujuh belas meter tanpa konfirmasi, sosialisasi, maupun ganti rugi resmi. Aktivitas ini disebut dilegalkan melalui SK Bupati Konawe Utara Nomor 199 Tahun 2022.
> “Tanah ini dulu sumber kehidupan keluarga kami. Dari hasil kebun jambu mete itulah lahir sarjana dan magister. Kini tanah itu diambil tanpa ganti rugi dan tanpa penghormatan,” ungkap Hendrik.
Tanggapan Pemerintah Daerah
Perwakilan massa diterima oleh Asisten III Setda Konawe Utara, Laonjo, S.Pd., M.Si., didampingi Kabag Pemerintahan Zulkarnain dan Lurah Wanggudu.
Laonjo menyampaikan permohonan maaf atas ketidakhadiran Bupati dan memastikan aspirasi masyarakat akan diteruskan kepada pimpinan daerah.
Sementara itu, Zulkarnain mengakui bahwa tanah yang dipersoalkan di Kelurahan Wanggudu memang belum pernah melalui proses pembebasan lahan. Pengakuan ini dianggap memperkuat posisi hukum keluarga Nurdin Tepamba.
Lurah Wanggudu turut membenarkan, hingga kini belum ada proses ganti rugi terhadap lahan yang digunakan untuk jalan umum, meski di lokasi lain sudah dilakukan pembebasan.
Kekecewaan di DPRD dan Tuntutan Hukum
Setelah dari Kantor Bupati, massa bergerak ke Kantor DPRD Konawe Utara. Namun, ketidakhadiran anggota dewan memicu kekecewaan peserta aksi.
“DPRD ini rumah rakyat. Jika wakil rakyat tidak hadir mendengar rakyatnya, lantas siapa yang mereka wakili?” ujar Uksal dengan nada kecewa.
Pihak FMPLKU menyerahkan pernyataan sikap resmi kepada staf sekretariat DPRD dan mendesak lembaga tersebut segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terbuka.
Selain itu, massa juga meminta pemerintah mencabut laporan hukum terhadap salah satu anggota keluarga, Masnur Tepamba, yang dilaporkan oleh Bagian Hukum Pemda.
“Pemerintah seharusnya mencari solusi yang adil, bukan malah mengkriminalisasi warga,” tegas Uksal.
Ia menilai tindakan pemerintah telah melanggar UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 tentang hak atas kepemilikan pribadi.
Lima Tuntutan FMPLKU
Aksi FMPLKU ditutup dengan pembacaan lima tuntutan utama, yakni:
1. Hentikan kriminalisasi dan intimidasi terhadap masyarakat.
2. Segera bayarkan ganti rugi atas tanah keluarga Nurdin Tepamba.
3. Cabut SK Bupati Konawe Utara Nomor 199 Tahun 2022 yang melegalkan jalan tambang di tanah rakyat.
4. Hentikan aktivitas hauling tambang hingga ada penyelesaian hukum dan ganti rugi resmi.
5. DPRD Konawe Utara segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menelusuri seluruh kasus perampasan tanah.
“Tanah ini bukan sekadar lahan. Ia adalah kehormatan, warisan, dan hak hidup rakyat Konawe Utara,” tutup Uksal Tepamba.






