PIKIRANSULTRA.COM -Wakil Ketua DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra), H. Jumardin dibuat geram saat melakukan inspeksi ke dua lokasi proyek pemberonjongan sungai di Kecamatan Lambai, Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) yang amblas akibat tergerus arus pada Desember 2022. Kerusakan tanggul yang belum berusia satu tahun dikerjakan itu dianggap akibat kesalahan bestek (rancangan awal).
“Saya melihat langsung ada beberapa kesalahan. Jadi jika pemborong (kontraktor) dan dinas terkait selalu berdalih karena banjir-banjir, saya tidak percaya itu karena memang tidak sesuai teknis perencanaan,” tegasnya, Kamis (25/5/2023).
Kata Jumardin, proyek tersebut seharusnya hanya diperuntukkan untuk penanggulan di sungai Desa Woise dengan anggaran sebesar Rp500 juta. Fakta di lapangan ternyata dibagi ke dua lokasi yakni salah satunya di bantaran sungai Desa Latawaro.
Dari panjang 60 meter sungai yang diberonjong di Desa Woise, separuh diantaranya amblas. Sementara di Desa Latawaro seluruhnya amblas yakni sepanjang 70 meter.
Selanjutnya sambung Jumardin, bronjong tersebut tidak sepenuhnya ditanam di dasar sungai dan kesannya hanya diletakkan menumpuk. Akibatnya, saat arus deras mudah tergerus dan amblas. “Jadi saya tegaskan persoalan ini bukan karena bencana karena memang kesalahan teknis pengerjaan,” bebernya.
Kesalahan berikutnya menurut Jumardin, material batu yang digunakan banyak yang tidak sesuai ukuran yang seharusnya berdiameter 20-30 cm. Demikian juga tanah yang digunakan menimbun tanggul juga tidak dipadatkan hingga tidak berfungsi baik untuk menahan gerusan.
“Batu-batu tanggul ini saja banyak yang digunakan seukuran untuk melempar mangga. Hanya karena terpasang di sungai banjir lagi dikambing hitamkan,”kesalnya.
Atas dugaan pengerjaan asal-asalan itu, pihaknya mendesak pembentukan tim inspeksi oleh pihak-pihak yang terkait untuk menyelidiki persoalan tersebut.
Di tempat yang sama, Pengawas Dinas SDA dan Bina Marga Sultra, Anca Yusran tidak menafikan jika banyak batu beronjong yang digunakan tidak sesuai diameter yang seharusnya. Sedangkan penyebab ablasnya dikatakan akibat adanya dorongan air dari luar tanggul yang mengarah ke sungai. “Disamping itu arus sungai juga deras,” dalih Anca.
Terkait pengalihan proyek ke dua lokasi terpisah juga dikatakan tidak melanggar prosedur karena masih satu aliran meski pada desa berbeda. Selain itu, kedua titik sama-sama dianggap rawan. (Ref)