UNAAHA- PT Cahaya Sulawesi Mineral (PT SCM) yang mengeksploitasi sumber daya alam di Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara diduga melakukan pelanggaran hukum dan hak-hak masyarakat. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Forum Pemerhati Investasi Pertambangan dan Industri Sulawesi Tenggara, Oschar Sumardin.
“Terdapat dugaan tindak pidana korporasi, sebab pada tahun 2010 telah dilakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah Kabupaten Konawe, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan PT SCM,”kata Oscar Sumardin, Selasa, (27/06/2023).
Menurut Oschar pemerintah memiliki saham kepada perusahaan PT SCM sebesar 2,5%. Perusahaan itu diketahui merupakan salah satu sumber daya dengan kandungan nikel terbesar di dunia. Kandungan nikel di tambang PT. SCM mencapai lebih dari 1,1 miliar biji dry metric tonne yang mengandung 13,8 juta ton nikel dengan kadar 1,22% Ni dan 1,0 juta ton kobalt pada kadar 0,08% Co.
“Kapasitas produksi tambang SCM tersebut diperkirakan mencapai 14,6 juta wet metric tones pada 2024 dan mampu memenuhi kebutuhan bahan baku nikel hingga 20 tahun ke depan,”ujarnya, Selasa (27/6).
Ironisnya, hingga tahun 2023 MoU itu tak kunjung dilaksanakan, bahkan terkesan para pihak tersebut diduga dengan sengaja menyembunyikan atau merahasiakannya dari pengetahuan pemerintah dan publik.
Pada bulan April 2023 PT SCM dengan kode saham MBMA telah resmi mencatatkan sahamnya (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta. Sehingga PT SCM meraih dana sekitar 9,2 triliun rupiah. Sehingga berdasarkan MoU, maka Pemerintah Daerah seharusnya memperoleh bagian sebesar 2,5 persen atau Rp.230.000.000.000,- (dua ratus tiga puluh miliar).
“Namun dengan belum ditindaklanjutinya MoU itu, maka potensi perolehan di atas menjadi kerugian Pemerintah Daerah yang patut diduga sebagai kerugian negara,” terangnya.
Oscra mensinyalir PT SCM diduga melakukan perampokan sumber daya nikel daerah. Dalam kurun waktu 2018-2023 PT SCM sangat intens melakukan pembangunan konstruksi berupa jalan, jembatan dan conveyor yang menghubungkan lokasi IUP PT SCM di Kecamatan Routa Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan wilayah Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah. Sebaliknya PT SCM juga diduga tidak melakukan pembangunan konstruksi yang berarti pada bahagian wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Berdasarkan hal tersebut, ada kecenderungan bahwa PT SCM akan memusatkan aktifitas pengolahan nikelnya di daerah Morowali dengan mengangkut material nikel yang berasal dari Routa, Konawe, Sulawesi Tenggara.
“Dengan demikian Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah menjadi teras depan bagi SCM, dan sebaliknya Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara menjadi teras belakang,” tuturnya.
Oschar Sumardin menjelaskan, PT SCM sejatinya telah menetapkan lokasi yang direncanakan menjadi Kawasan Industri untuk pengolahan bijih nikel seluas ±4000 hektar di daerah rawa epe pu’u dalam area IUP perusahaan tersebut.
Namun, dengan menunjuk daerah rawa dan dengan potensi cadangan sumber daya yang sangat besar di dalamnya, maka secara teknis konstruksi sipil dan aturan pertambangan akan sangat sulit diwujudkan. Sehingga patut diduga langkah ini hanyalah akal-akalan PT SCM untuk mengelabui Pemerintah Daerah, dan masyarakat Sulawesi Tenggara sembari menancapkan kuku bisnisnya di wilayah Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah.
Tak hanya itu, Oschar juga menduga PT SCM telah melakukan pembohongan. Pada tahun 2021 PT SCM bersama-sama dengan masyarakat, Pemerintah Desa, dan Kecamatan Routa Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara telah menyusun dan membangun kesepakatan bersama mengenai pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat di Kecamatan Routa.
“Salah satu poin pentingnya adalah PT SCM akan bekerja sama dengan Bumdes se-Kecamatan Routa, dalam rangka memasok kebutuhan logistik yang diperlukan oleh tenaga kerja di lokasi IUP,” terangnya.
Namun faktanya, PT SCM tidak signifikan melibatkan Bumdes dalam kegiatan tersebut dan mereka juga hanya diberikan harga yang tidak kompetitif, sehingga dalam banyak kasus suplai logistik yang dilakukan melalui Bumdes mengalami kerugian. Sebaliknya PT SCM lebih banyak memberikan porsi kepada pemasok-pemasok dari daerah Morowali Sulawesi Tengah yang memasukkan logistik tanpa melalui Bumdes di Routa.
“Para pemasok dari Morowali Sulawesi Tengah itu memasukkan barangnya ke PT SCM dengan melintasi daerah Tetewatu, Pondoa Kecamatan Wiwirano Kabupaten Konawe Utara dan Desa Lalomerui Kabupaten Konawe,”tutupnya. Tudingan yang dialamatkan FORPEIN Sultra belum mendapatkan jawaban dari manajemen PT SCM. (redaksi)