KONAWE UTARA,PIKIRANSULTRA.COM-Potensi sumber daya alam yang dimiliki Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara, cukuplah mapan. Dibalik kemapanan itu, tersimpan cerita kesejahteraan dan air mata dari bilik rumah diareal konsesi pertambangan.
“Daerah ini hadir dengan sejuta harapan, didukung kekayaan alam yang melimpah modal berharga untuk menapaki jalan menuju kesejahteraan,”ujar Ketua Harian Forkam HL Sultra, Ikbal, (21/7/2025).
Menurut Ikbal, Kabupaten Konawe Utara dikaruniai delapan potensi sumber daya alam utama, pertanian, perkebunan, kehutanan, pertambangan, perikanan, kelautan, pariwisata, dan kebudayaan. Semua itu menjadi pilar pembangunan yang terus digelorakan oleh pemerintah daerah demi masa depan yang lebih baik.
Sektor pertanian dan perkebunan terus didorong untuk tumbuh, begitu juga sektor pariwisata yang kini mulai bangkit sebagai sumber penguatan ketahanan pangan dan peningkatan pendapatan masyarakat. Namun, di tengah geliat pembangunan itu, hadir sebuah ironi yang menyayat hati.
Kelautan, perikanan, kehutanan, dan pertambangan, empat sektor vital yang semestinya menjadi penopang utama ekonomi rakyat justru kini berada di bawah bayang-bayang tanda tanya besar.
“Lebih dari 50 perusahaan tambang saat ini beroperasi di Konawe Utara. Sayangnya, aktivitas mereka belum sepenuhnya mengindahkan prinsip-prinsip pertambangan berkelanjutan,”kata Ikbal.
Kerusakan lingkungan tampak di mana-mana. Hutan yang dulunya rimbun, kini gundul. Laut yang dahulu jernih dan menjadi ladang nafkah nelayan, kini berubah menjadi keruh, penuh lumpur dan sedimen. Di beberapa wilayah seperti Blok Boenaga, Mandiodo, Morombo, Langgikima, dan Motui, kerusakan ini sangat nyata terlihat.
Bukan hanya lingkungan yang terluka, tapi juga harapan masyarakat. Para nelayan, yang dulu menggantungkan hidup pada laut, kini harus berlayar puluhan mil ke tengah samudera demi tangkapan ikan yang semakin sulit. Biaya operasional membengkak, keselamatan pun dipertaruhkan.
Alih-alih membawa kemakmuran, tambang malah menghadirkan duka dan keterpurukan yang berujung pada kemiskinan. Tenaga kerja lokal sering kali tersisihkan. “Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tak dilibatkan dalam rantai ekonomi yang seharusnya inklusif. Pemberdayaan masyarakat nyaris tak terdengar gaungnya,”ujarnya.
Senada Ketua Forkam HL Sultra, Agus Dermawan, menyoroti bahwa Konawe Utara membutuhkan perubahan reformasi menyeluruh dalam tata kelola pertambangan. Pengelolaan sumber daya alam harus berpihak pada lingkungan dan masa depan, bukan hanya pada keuntungan jangka pendek.
“Ini bukan sekadar soal ekonomi, tapi soal tanggung jawab antar generasi yang sustanible,”katq Agus Dermawan.
Peran semua pihak antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha, katq, Agus harus menjadi kunci. Hanya dengan kepedulian bersama, kita bisa menjaga bumi Konawe Utara tetap lestari dan menghadirkan masa depan yang layak untuk anak cucu kita. “Jika kita biarkan kehancuran akan terus berjalan. Tapi jika kita bergerak bersama, masih ada harapan untuk membalik keadaan,”pesan Agus.(redaksi)






