Jaga Netralitas Jelang Pilkada, Bawaslu Konawe Utara Berikan Warning

Jaga Netralitas Jelang Pilkada, Bawaslu Konawe Utara Berikan Warning

WANGGUDU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Konawe Utara memberikan warning pada aparatur sipil negara (ASN), pemerintah desa maupun TNI/Polri untuk menjaga netralitasnya dalam momentum Pemilu. Bila terbukti akan ditindak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kordiv Hukum, Pencegahan, Partisipatif Masyarakat dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Konut, Ashar, menjelaskan bila tahapan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2024 pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota memasuki tahapan rekapitulasi dan penetapan DPT. Dimulai, 14 September sampai 21 September 2024 sesuai dengan ketentuan PKPU 07 tahun 2024. Tanggal 22 September-27 November 2024 adalah pengumunan Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Sementara di PKPU nomor 08 Tahun 2024, 22 September adalah penetapan pasangan calon. Selanjutnya 23 September adalah pengundian dan pengumuman nomor urut pasangan calon. “Oleh karena itu, Bawaslu Konut sebagai lembaga pengawas pemilu akan melakukan tindakan tegas bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran administrasi, pidana, pelanggaran kode etik penyelenggara dan pelanggaran netralitas ASN, netralitas kepala desa dan TNI-Polri,”ujar Ashar.

Terkait dengan pelanggaran netralitas oleh oknum Kepala Desa Wawoheo Kecamatan Wiwirano, Badan Penggawas Pemilu (Bawaslu) Konawe Utara akan melakukan penindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, merujuk pada surat edaran nomor 92 Tahun 2024 tentang penanganan pelanggaran netralitas Kepala Desa pada pemilihan kepala daerah serentak tahun 2024.

Ashar menuturkan, dalam undang-undang pilkada, larangan kepala desa untuk mendukung atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon tertuang pada pasal 71 ayat (1). Yang menentukan bahwa Kepala desa atau sebutan lainnya lurah dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Selain larangan untuk melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon. Kepala desa juga dilarang untuk melibatkan dalam kampaye pemilihan. Hal ini diatur pada pasal 70 ayat (1) huruf c UU Pilkada, yang menentukan bahwa dalam kampaye pasangan calon dilarang melibatkan Kepala Desa atau sebutan lainnya, lurah dan perangkat desa atau sebutan lainnya. Kedua bentuk pelanggaran tersebut diancam dengan sangsi pidana penjara sebagaimana diatur pada pasal 188 dan pasal 189 UU Pilkada.

Ashar menjelaskan penanganan pelanggaran netralitas kepala desa dilakukan dalam dua ranah hukum. Pertama, hukum pemerintah desa yang bersumber UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, yang dikategorikan sebagai pelanggaran peraturan perundang-undangan lainnya. Kedua, hukum pemilihan kepala daerah yang diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang dikategorikan sebagai pelanggaran pidana pemilihan.

Ashar melanjutkan, pelanggaran netralitas Kepala Desa dalam ranah hukum pemerintah desa merupakan pelanggaran terhadap larangan kepala desa yang diatur dalam pasal 29 UU Desa. Yakni membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan atau golongan tertentu dan atau ikut serta dan atau terlihat dalam kampanye pemilihan Kepala Daerah.

Pelanggaran netralitas kepala desa dalam ranah hukum pemilihan kepala daerah merupakan pelanggaran terhadap larangan kepala desa yang diatur dalam pasal 71 ayat (1) UU Pilkada, yakni membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

“Pelanggaran terhadap larangan kepala desa sebagaimana dimaksud pasal 29 UU desa dikenai sanksi administrasi berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis,”ujar Ashar.

Dalam hal sanksi administrasi tidak dilaksanakan, maka dilakukan tindakan pemberhentian tetap yang dilaksanakan oleh bupati. Sedangkan pelanggaran terhadap larangan kepala desa sebagai mana dimaksud pada pasal 71 ayat (1) UU Pilkada dikenai sanksi Pidana sebagaimana diatur dalam pasal 188 UU pilkada.

Dalam hal pengawas pemilihan menemukan dugaan pelanggaran terhadap larangan kepala desa yang diatur dalam pasal 29 UU Desa, yang terjadi sebelum pasangan calon ditetapkan dan atau sebelum memasuki tahapan masa kampanye. Maka berdasarkan Keputusan Pleno Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota meneruskan laporan hasil pengawasan kepada Bupati/Walikota sebagai penjabat yang berwenang menjatuhkan sanksi administrasi, yang ditembuskan kepada Mendagri melalui Direktur Jendral Bina Desa dan Direktur Jenderal Otonomi Daerah.

“Dan kepada gubernur dalam kapasitas jabatannya sebagai wakil pemerintah pusat dan daerah, sesuai dengan ketentuan pasal 12 ayat (4) peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2020 tentang penanganan Pelanggaran Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil walikota,”ujarnya.

Ia melanjutkan dalam hal pengawas pemilihan menemukan atau menerima laporan terkait dugaan pelanggaran terhadap larangan kepala desa yang diatur dalam pasal 29 UU Desa, larangan kepala desa sebagaimana dimaksud pada pasal 71 ayat (1) UU Pilkada.

Sepanjang pasangan calon telah ditetapkan dan telah memasuki masa tahapan kampaye, maka penangananya dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan Badan Pengawas Pemilu tentang penanganan pelanggaran pemilihan Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, dan peraturan bersama Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa Agung tentang sentra Penegakan hukum terpadu pemilihan.

“Olehnya itu, menindaklanjuti vidio yang beredar dimedia sosial, pada hari yang sama ada laporan yang masuk oleh masyarakat tentang pelanggaran netralitas Kepala Desa, Bawaslu Konut sementara dalam penanganan oleh panwas dikecamatan yang nantinya akan diteruskan kekabupaten dan akan ditindak lanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,”tandasnya. (redaksi)

Pos terkait